BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia merupakan Negara merdeka dan
berdaulat. Bangsa yang merdeka tentunya akan mengatur urusan dalam
negerinya sendiri. Sedangkan untuk mempertahankan kedaulatan maka Indonesia
perlu melaksanakan strategi politik yang kita kenal dengan Polstranas.
Dalam pelaksanaanya sendiri Polstranas
sangat berhubungan langsung dengan tercapainya tujuan politik nasional. Yaitu
sesuai dengan UUD 1945 yang berbunyi, melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Seiring pergantian kepemimpinan,
strategi nasional yang diambil juga berubah menyesuaikan kehendak pemimpin dan
tuntutan kebutuhan nasional pada saat itu. Tercapai atau tidaknya tujuan
politik nasional sangat terpengaruh oleh strategi apa yang diambil. Nantinya
akan mempengaruhi kehidupan warga Negara. Oleh karena itu maka disusunlah
makalah “Perbandingan Implementasi Polstranas RI pada Masa Orba dan Masa Pasca
Reformasi” ini.
B.
Perumusan
Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini
adalah :
Apa yang dimaksud dengan politik dan
politik nasional?
Apa yang dimaksud dengan strategi dan
strategi nasional?
Bagai mana sejarah pelaksanaan
Polstranas di Indonesia?
Bagaimana pelaksanaan Polstranas pada
masa orde baru?
Bagaimana pelaksanaan Polstranas pada
masa pasca reformasi?
Mengapa warga Negara perlu memahami
arti Polstranas?
Bagaimana peran warga Negara daam
mewujudkan Polstranas?
C.
Tujuan
Penulisan
Mampu memahami pengertian politik,
politik nasional, strategi dan strategi nasional
Mampu memahami hakikat dari politik
dan strategi nasional
Bisa menjabarkan pelaksanaan
Polstranas
D.
Manfaat
/Signifikansi Penulisan
Setelah memahami isi dari makalah ini
diharapkan dapat menjalankan peran yang baik sebagai warga Negara dalam kaitanya
dengan Polstranas.
Lebih kritis dalam menanggapi
kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah yang berhubungan dengan kebijakan
politik dan strategi nasional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum memahami pengertian Polstranas
ada baiknya kita memahami pengertian dari beberapa istilah berikut seperti :
Politik, secara etimologis
berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar katanya
adalah polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri,
yaitu Negara dan teia berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia politik
mempunyai makna kepentingan umum warga Negara suatu bangsa. Politik merupakan
suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara dan alat yang digunakan
untuk mencapai tujuan tertentu yang dikehendaki. Sedangkan politik
nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk
mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional.
Stratergi berasal dari bahasa
Yunani strategia yang diartikan sebagai “the art of general” atau
seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan. Dalam abad
modern sekarang ini pengguanaan kata strategi tidak lagi terbatas pada konsep
atau seni dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara luas, termasuk dalam
ilmu ekonomi maupun bidang olahraga. Dalam pengertian umum, strategi adalah
cara untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan. Strategi nasional
disusun untuk pelaksanaan politik nasional, misalnya strategi jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang. Jadi strategi nasional adalah cara
melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan
oleh politik nasional.
Hingga saat ini Indonesia telah
mengalami pergantaian masa dari masa Orde Lama yaitu pemerintahan Soekarno
(1945-1965), masa Orde Baru yaitu kepemimpinan Soeharto (1966-1998), masa
Reformasi (1999-2003) dan masa Pasca Reformasi (2004-sekarang)
Dari masa ke masa strategi nasional
cenderung mengalami perubahan mengikuti kebutuhan dan tujuan politik nasional
pada masa tersebut. Pada awal-awal Republik Indonesia terbentuk, tahun
1945-1965 adalah periode kepemimpinan Soekarno dengan demokrasi terpimpin.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah Kepala Negara sekaligus
Kepala Pemerintahan (presidensiil/single executive), namun pada masa
revolusi kemerdekaan (November 1945) berubah menjadi
semi-presidensiil/double executive dengan Sutan Syahrir sebagai
Kepala Pemerintahan/Perdana Menteri. Polstranas pada masa-masa ini sangat
kental dengan unsur-unsur kediktatoran, karena politik dan strategi nasional
hanya berpusat pada satu orang, tanpa kontrol yang memadai dari pihak manapun.
Efek dari kediktatoran ini adalah perekonomian menjadi tidak maju, partisipasi
masa sangat dibatasi, penghormatan terhadap HAM rendah dan masuknya militer ke
dalam tubuh pemerintahan. Proses pemerintahan menjadi tidak sehat dan pada
akhirnya masyarakat yang merasakan imbas keterpurukan dari sistem ini.
Presiden Soeharto diangkat menjadi
Presiden oleh MPRS pada tahun 1966 dan lengser pada tahun 1998. Pada 32 tahun
kekuasaannya, Soeharto menggunakan GBHN sebagai acuan politik dan strategi
nasional yang sebelumnya telah disusun oleh MPR. Sebagian besar anggota MPR
pada masa itu adalah orang-orang pilihan Soeharto sehingga dapat dipastikan
bahwa polstranas pada saat itu adalah polstranas pesanan Soeharto.
Pemerintahan yang dipimpinnya memang sukses dalam memajukan ekonomi makro,
namun ekonomi mikro sangat lemah. Pembangunan cenderung berpusat di
pemerintahan pusat.
Pada tahun 1998-1999 Presiden B. J.
Habibie, tahun 1999-2001 Abdurrahman Wahid, kemudian tahun 2001-2004 menjabat
Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden Republik Indonesia. Masa-masa ini
merupakan masa euphoria reformasi. Indonesia seperti dilahirkan kembali,
menjadi sebuah bangsa yang terbebas dari berbagai macam ketidakadilan
pemerintah. Reformasi didengungkan di segala bidang. Selama kurang lebih enam
tahun masa reformasi ini polstranas Indonesia masih mengacu kepada GBHN yang
dibuat dan ditetapkan oleh MPR. Pada kurun waktu ini bangsa Indonesia mengalami
perubahan hampir di seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Merupakan
masa-masa transisi dari orde baru milik Soeharto menuju pemerintahan yang
demokratis di seluruh aspek kehidupan.
Terpilihnya Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada pemilihan umum secara langsung tahun 2004 menandai pula
perubahan dalam perumusan polstranas. Pada masa ini polstranas disusun
berdasarkan visi dan misi langsung Presiden dalam pidato kenegaraan di hadapan
segenap anggota MPR, DPR dan anggota lembaga tinggi negara lainnya. Visi dan
misi inilah yang dipergunakan sebagai politik strategi nasional dalam
menjalankan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan selama lima tahun. Sampai
pada akhirnya terpilih kembali pada tahun 2009. Dan dilanjutkan dengan
terpilihnya Jokowi sebagai presiden dan masih memimpin hingga saat ini.
Meskipun pada saat ini
polstranas tidak disusun langsung oleh MPR, lembaga ini tidak bisa lepas tangan
terhadap realisasi politik dan strategi nasional berdasarkan visi dan misi
Presiden. MPR dan DPR adalah pengawal segala kebijakan yang berkaitan dengan
hajat hidup masyarakat. Mengaspirasikan kepentingan masyarakat. Membuat
undang-undang yang bertujuan mensejahterakan masyarakat luas, dan menjaga
kestabilan pemerintahan. Antara eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak dapat
berdiri sendiri. Ketiga unsur ini diharapkan mampu bekerjasama dalam kaitannya
dengan mewujudkan tujuan negara Indonesia.
Pelaksanaan Polstranas pada Masa Orde
Baru
Mulainya pemerintahan era orde baru
diawali ketika presiden Soeharto diangkat menjadi Presiden oleh MPRS pada tahun
1966 dan diakhiri ketika presiden soeharto dilengserkan pada tahun 1998. Pada
32 tahun kekuasaannya, presiden Soeharto menggunakan Garis-garis besar haluan
negara(GBHN) sebagai acuan politik dan strategi nasional yang sebelumnya telah
disusun oleh MPR. GBHN ini menekankan pada program rencana pembangunan lima
tahun yang terbagi menjadi 4 tahap yaitu
Pelita I, Dilaksanakan 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974. Sasarannya untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Pelita II, Dilaksanakan tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasarannya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
Pelita III, Dilaksanakan tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan.
Pelita IV, Dilaksanakan tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Sasarannya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri untuk menciptakan mesin sendiri.
Pelita V, Dilaksanakan
tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Sasarannya pada sektor pertanian dan
industri.
Pelita VI, Dilaksanakan
tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Sasarannya masih pada pembangunan
pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Beberapa
langkah yang diambil :
Penataan Politik dalam Negeri
Penataan Politik dalam Negeri
Pada
sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden. Memulai pembangunan
dengan tugasnya disebut dengan Pancakrida, yaitu :
Penciptaan stabilitas politik dan
ekonomi
Penyusunan dan pelaksanaan Rencana
Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama
Pelaksanaan Pemilihan Umum
Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 30
September
Pembersihan aparatur negara di pusat
pemerintahan dan daerah dari pengaruh PKI.
Pembubaran
PKI dan Organisasi masanya
Suharto melakukan pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..
Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai . Sehingga dilakukan penggabungan menjadi 3 partai.
Suharto melakukan pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..
Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai . Sehingga dilakukan penggabungan menjadi 3 partai.
Pemilihan
Umum
Selama Orde Baru, berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI.
Pemasyarakatan P4
Tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau dikenal sebagai P4..
Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
Selama Orde Baru, berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Peran Ganda ABRI
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI.
Pemasyarakatan P4
Tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau dikenal sebagai P4..
Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
Penataan
Politik Luar Negri, Kembali menjadi anggota PBB
Indonesia
kembali menjadi anggota PBB dikarenakan desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan
dan luar negeri DPR GR terhadap pemerintah Indonesia. Indonesia secara resmi
akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.
Secara
garis besar, pada era Orde Baru terdapat beberapa kelebihan yaitu:
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya US$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari US$1.000,
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia,
Sukses transmigrasi, KB, memerangi buta huruf, swasembada pangan, pengangguran minimum, REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Gerakan Wajib Belajar, Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh, keamanan dalam negeri, dan sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Kekurangan pada era Orde Baru meliputi:
1. Semakim maraknya korupsi, kolusi, nepotisme,
2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat,
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua,
4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya,
5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin),
6. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan,
7. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel,
8. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program Penembakan Misterius,
9. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya),
10. Krisis finansial Asia, yang pada akhirnya mengakhiri era Orde Baru dan lengsernya Soeharto.
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya US$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari US$1.000,
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia,
Sukses transmigrasi, KB, memerangi buta huruf, swasembada pangan, pengangguran minimum, REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Gerakan Wajib Belajar, Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh, keamanan dalam negeri, dan sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Kekurangan pada era Orde Baru meliputi:
1. Semakim maraknya korupsi, kolusi, nepotisme,
2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat,
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua,
4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya,
5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin),
6. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan,
7. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel,
8. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program Penembakan Misterius,
9. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya),
10. Krisis finansial Asia, yang pada akhirnya mengakhiri era Orde Baru dan lengsernya Soeharto.
Pelaksanaan Polstranas pada Masa Pasca Reformasi
Masa
pasca reformasi dimulai dengan adanya pemilihan umum secara langsung.
Terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono(SBY) pada pemilihan umum secara
langsung tahun 2004 menandai pula perubahan dalam perumusan polstranas. Pada
masa ini polstranas disusun berdasarkan visi dan misi langsung Presiden dalam
pidato kenegaraan di hadapan segenap anggota MPR, DPR dan anggota lembaga
tinggi negara lainnya. Visi dan misi inilah yang dipergunakan sebagai politik
strategi nasional dalam menjalankan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan
selama lima tahun. Sampai pada akhirnya terpilih kembali pada tahun 2009.
Periode ini ditandai oleh tiga poin
penting, yaitu:
1. Penguatan kedudukan lembaga legislatif
dalam penyusunan APBN.
2. Ditiadakannya GBHN sebagai pedoman penyusunan
rencana pembangunan nasional.
3. Diperkuatnya otonomi daerah dan
desentralisasi pemerintah dalam NKRI.
Sebagai
akibat dari ditiadakannya GBHN setelah masa reformasi, pada periode ini
dirumuskan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) sebagai acuan
penerapan Polstranas yang mirip dengan GBHN.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa perbedaan paling mencolok dari pola penyusunan
polstranas antara periode orde baru dan periode reformasi adalah dari asal
pembuatannya. Pada masa orde baru polstranas ditentukan dari GBHN yang telah
dibuat oleh MPR. Sedangkan pada periode reformasi, tepatnya pada saat
pemerintahan SBY, polstranas disusun berdasarkan visi dan misi langsung
Presiden.
Kelebihan
sistem Pemerintahan era Pasca Reformasi
1. Aktifnya peran MPR, dan lembaga–lembaga tinggi negara lainnya
2. Sistem politik nasional yang demokratis dan terbuka
3. Banyak bermunculnya partai baru
4. Bebas berpendapat dan menyampaikan aspirasi
5. Terciptanya perekonomian yang berorientasi global
6. Terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum.
7. Berkurangnya angka KKN
8. Meningkatnya potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan menerapkan teknologi
9. Menigkatnya kualitas tentara
1. Aktifnya peran MPR, dan lembaga–lembaga tinggi negara lainnya
2. Sistem politik nasional yang demokratis dan terbuka
3. Banyak bermunculnya partai baru
4. Bebas berpendapat dan menyampaikan aspirasi
5. Terciptanya perekonomian yang berorientasi global
6. Terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum.
7. Berkurangnya angka KKN
8. Meningkatnya potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan menerapkan teknologi
9. Menigkatnya kualitas tentara
Kekurangan
Sistem Pemerintahan era Pasca Reformasi
1. Angka kejahatan lintas Negara sangat tinggi,
2. Pasar ekonomi yang bebas, menyebabkan barang-barang buatan Indonesia tidak laku dipasaran
3. Meningkatnya jumlah pengangguran
4. Terlalu banyaknya Partai yang menyebabkan sering terjadinya perselisihan pandangan
5. Para tokoh banyak yang berbicara tetapi tidak banyak yang mau mendengar
6. Hilangnya jati diri bangsa.
1. Angka kejahatan lintas Negara sangat tinggi,
2. Pasar ekonomi yang bebas, menyebabkan barang-barang buatan Indonesia tidak laku dipasaran
3. Meningkatnya jumlah pengangguran
4. Terlalu banyaknya Partai yang menyebabkan sering terjadinya perselisihan pandangan
5. Para tokoh banyak yang berbicara tetapi tidak banyak yang mau mendengar
6. Hilangnya jati diri bangsa.
BAB III
ANALISIS KASUS
Perbedaan
pandangan akibat terlalu banyaknya partai politik.
Tidak
terealisasikanya janji saat kampanye oleh presiden teripilih.
Kurangnya
kesadaran masyarakat untuk ikut mengawal proses pemerintahan
Terbentuknya
berbagai partai politik memang sebagai wujud demokrasi. Namun terlalu banyaknya
partai politik menyebabkan pandangan politik masyarakat menjadi terpecah belah.
Setidaknya terdapat 12 patai politik nasional yang mengikuti pemilu pada tahun
2014 dan bertambah 3 parpol yang terbentuk pasca pemilu 2014. Hal ini
menyebabkan masyarakat menjadi “terkotak-kotakan” berdasarkan partai politik
yang mereka junjung. Terlebih lagi menjelang pemilu, masyarakat yang terlalu
fanatik terhadap parpolnya aka mudah sekali dihasut oleh isu-isu yang belum
tentu benar keberadaanya. Perpecahan ini mungkin tidak akan terjadi jika
toleransi antar pendukun parpol tinggi dan para pendukung parpol menjunjung
tinggi Bhineka Tunggal Ika yang menjadi dasar pemersatu bangsa.
Visi
misi presiden terpilih merupakan strategi yang nantinya akan menjadi penentu
terwujud atau tidaknya tujuan nasional. Janji yang diserukan saat
kampanye merupakan hal yang menjadi pertimbangan pemilih untuk memilih pasangan
calon presiden tersebut. Namun sering kali janji tersebut hanya sebatas janji
tanpa ada realisasi yang nyata.
Disinilah
peran warga Negara untuk mengawasi jalanya pemerintahan diperlukan. Warga
Negara diharapkan aktif menyuarakan dan mengawal proses berjalannya
pemerintahan.
BAB IV
SIMPULAN & REKOMENDASI
Politik
Nasional merupakan asas, haluan uasaha dan kebijaksanaan negara dalam pembinaan
dan penggunaan totalitas potensi nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Strategi nasional merupakan “tata cara” pelaksanaan politik nasional tersebut.
Untuk
mencapai tujuan nasional tersebut, maka dilakukan pembangunan nasional di
segala aspek kehidupan bangsa dengan menggunakan totalitas potensi dan kekuatan
nasional. Dalam pembangunan nasional tersebut Polstranas berfungsi sebagai
pedoman yang memberikan arah haluan (pola umum) dan tata cara pelaksanaanya.
Wujudnya adalah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang telah ditetapkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Fungsi
Polstranas dalam hal pembangunan nasional adalah untuk selalu mengupayakan
pengawasan dan pengendalian pembangunan nasuional supaya sesuai dengan acuan
dasar negara dan nantinya mendapatkan hasil yang sesuai. Yang dimasksud
pengawasan dan pengendalian adalah sebagai berikut:
Pengawasan
Pengawasan
merupakan bagian dari kegiatan manajemen secara menyeluruh dan dilakukan sejak
perencanaan sampai pekerjaan suatu program dinyatakan selesai. Oleh karena itu,
kegiatan pengendalian dan pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan terus
menerus dan berkesinambungan.
Beberapa
prinsip pengawasan sebagai berikut:
Pengawasan
berkaitan langsung dengan pencapaian tujuan;
Pengawasan
dapat menghindari tindakan yang subjektif dalam mengukur hasil yang dicapai;
Pengawasan
meliputi cakupan kegiatan yang dilaksanankan;
Pengawasan
mampu melakukan deteksi penyimpangan sedini mungkin;
Pengawasan
harus berorientasi kemasa depan;
Pengawasan
dilakukan secara objektif.
Pengendalian
Pengendalian
mengandung arti pengarahan, pemberian petunjuk dan bimbingan dalam segala usaha
dan kegiatan seluruh organisasi kearah keinginan atau sasaran yang dikehendaki
dalam upaya mencapai efisiensi dan efektif. Hal ini termasuk kegiatan
pengawasan, pemantauan, pemeriksaan, pelaporan dan dimana perlu dilakukan
penyempurnaan terhadap segenap penyimpngan yang ditemnukan selama program/
proyek masih dilaksanakan.
Warganegara
adalah aspek yang dimiliki suatu negara dalam kancah yang terpenting. Hal
tersebut dikarenakan warganegara adalah aktor mobilitas dari perjalanan suatu
negara. Kemanapun dan abagaimanapun masadepan negara tergantung warganegara
yang menentukanya, makadari itu warganegara merupakan suatu aspek yang begitu
penting dalam negara.
Sesuai
dengan pengertian Polstranas yang dijelaskan sebelumnya, bahwa Polstranas
hakikatnya adalah perwujudan upaya yang dipikirkan sebagai perilaku penjagaan
supaya perjalanan suatu negara sesuai dengan apa yang dirancang dan diharapkan.
Sebagai aktor dari itu semua, warganegara memiliki peranan yang begitu
luarbiasa dalam hal ini. Peran warganegara dapat dijelaskan dan difungsikan
dalam dasar teori yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara (Ing ngarsa sung
tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani).
Untuk
menentukan suatu perjalanan bangsa, perlu adanya suatu pemetaan rencana yang
sesuai dengan harapan dan keinginan seluruh warganegara. Oleh karenanya
dibentuk suatu cara atau prosedural untuk mewujudkan keinginan bangsa yaitu
Politik dan strategi nasional. Hendaknya Polstranas memang benar-benar
menggambarkan keinginan warganegara secara keseluruhan, sehingga muncul
kesadaran seluruh warganegara untuk mengupayakan perwujudanya.
Dari
hal ini, tentu saja bahwa Polstranas adalah penting keberadaanya. Namun semua
itu bukan cukup sekedar ada, namun dibutuhkan kesadaran dan peran partisipasi
aktif warganegara untuk bersama-sama mengamalkanya dan mengawal perjalanan
Polstranas dalam perwujudanya demi pembangunan nasional dan pertahanan
persatuan bangsa.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment